Participatory Rural Appraisal (PRA) adalah penilaian/pengkajian/penelitiaan keadaan desa secara partisipatif. Maka dari itu, metode PRA adalah cara yang digunakan dalam melakukan pengkajian/penilaian/penelitian untuk memahami keadaa atau kondisi desa/wilayah/lokalitas tertentu dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Robert Chambers adalah orang yang mengembangkan metode PRA, menyatakan bahwa metode dan teknik dalam PRA terus berkembang, sehingga sangat sulit untuk memberikan definisi final tentang PRA. Menurutnya PRA merupakan metode dan pendekatan pembelajaran mengenai kondisi dan kehidupan desa/wilayah/lokalitas dari, dengan dan oleh masyarakat sendiri dengan catatan : (1) Pengertian belajar, meliputi kegiatan menganalisis, merancang dan bertindak; (2) PRA lebih cocok disebut metode-metode atau pendekatan-pendekatan (bersifat jamak) daripada metode dan pendekatan (bersifat tunggal); dan (3) PRA memiliki beberapa teknik yang bisa kita pilih, sifatnya selalu terbuka untuk menerima cara-cara dan metode-metode baru yang dianggap cocok.
Jadi pengertian PRA adalah sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat di suatu desa/wilayah/lokalitas untuk turut serta meningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan.
PRINSIP-PRINSIP PRA
Prinsip-prinsip dasar Participatory Rural Appraisal (PRA) terdiri dari :
1. Prinsip mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan).
Prinsip ini mengutamakan masyarakat yang terabaikan agar memperoleh kesempatan untuk memiliki peran dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pembangunan. Keberpihakan ini lebih pada upaya untuk mencapai keseimbangan perlakuan terhadap berbagai golongan yang terdapat di suatu masyarakat, mengutamakan golongan paling miskin agar kehidupannya meningkat.
2. Prinsip pemberdayaan (penguatan) masyarakat
Pendekatan PRA bermuatan peningkatan kemampuan masyarakat, kemampuan itu ditingkatkan dalam proses pengkajian keadaan, pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan, sampai pada pemberian penilaian dan koreksi kepada kegiatan yang berlangsung.
3. Prinsip masyarakat sebagai pelaku dan orang luar sebagai fasilitator
PRA menempatkan masyarakat sebagai pusat dari kegiatan pembangunan. Orang luar juga harus menyadari peranannya sebagai fasilitator. Fasilitator perlu memiliki sikap rendah hati serta kesediannya belajar dari masyarakat dan menempatkannya sebagai narasumber utama dalam memahami keadaan masyarakat itu. Pada tahap awal peranan orang luar lebih besar, namun seiring dengan berjalannya waktu diusahakan peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan prakarsa kegiatan PRA para masyarakat itu sendiri.
4. Prinsip saling belajar dan menghargai perbedaan
Salah satu prinsip dasarnya adalah pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat. Hal ini bukan berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan tidak berubah, sehingga harusnya dilihat bahwa pengalaman dan pengetahuan masyarakat serta pengetahuan orang luar saling melengkapi dan sama bernilainya, dan bahwa proses PRA merupakan ajang komunikasi antara kedua sistem pengetahuan itu agar melahirkan sesuatu yang lebih baik.
5. Prinsip Santai dan informal
Kegiatan PRA diselenggarakan dalam suasana yang bersifat luwes, terbuka, tidak memaksa dan informal. Situasi ini akan menimbulkan hubungan akrab, karena orang luar akan berproses masuk sebagai anggota masyarakat, bukan sebagai tamu asing yang oleh masyarakat harus disambut secara resmi.
6. Prinsip Triangulasi
Salah satu kegiatan PRA adalah usaha mengumpulkan dan menganalisis data atau informasi secara sistematis bersama masyarakat. Untuk mendapatkan informasi yang kedalamnnya bisa diandalkan kita dapat menggunakan Triangulasi yang merupakan bentuk pemeriksaan dan pemeriksaan ulang (check and recheck) informasi. Triangulasi dilakukan melalui penganekaragaman keanggotaan tim (keragaman disiplin ilmu atau pengalaman), penganekaragaman sumber informasi (keragaman latar belakang golongan masyarakat, keragaman tempat, jenis kelamin) dan keragaman teknik.
7. Prinsip mengoptimalkan hasil
Prinsip mengoptimalkan atau memperoleh hasil informasi yang tepat guna menurut metode PRA adalah :
- Lebih baik kita "tidak tahu apa yang tidak perlu kita ketahui" (ketahui secukupnya saja)
- Lebih baik kita "tidak tahu apakah informasi itu bisa disebut benar seratus persen, tetap diperkirakan bahwa informasi itu cenderung mendekati kebenaran" (daripada kita tahu sama sekali)
8. Prinsip orientasi praktis
PRA berorientasi praktis yaitu pengembangan kegiatan. Oleh karena itu dibutuhkan informasi yang sesuai dan memadai, agar program yang dikembangkan bisa memecahkan masalah dan meningkatkan kehidupan masyarakat. Perlu diketahui bahwa PRA hanyalah sebagai alat atau metode yang dimanfaatkan untuk mengoptimalkan program-program yang dikembangkan bersama masyarakat.
9. Prinsip keberlanjutan dan selang waktu
Metode PRA bukanlah kegiatan paket yang selesai setelah kegiatan penggalian informasi dianggap cukup dan orang luar yang memfasilitasi kegiatan keluar dari desa. PRA merupakan metode yang harus dijiwai dan dihayati oleh lembaga dan para pelaksana lapangan, agar problem yang mereka akan kembangkan secara terus menerus berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar PRA yang mencoba menggerakkan potensi masyarakat.
10. Prinsip belajar dari kesalahan
Terjadinya kesalahan dalam kegiatan PRA adalah suatu yang wajar, yang terpenting bukanlah kesempurnaan dalam penerapan, melainkan penerapan yang sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan yang ada. Kita belajar dari kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang terjadi, agar pada kegiatan berikutnya menjadi lebih baik.
11. Prinsip terbuka
Prinsip terbuka menganggap PRA sebagai metode dan perangkat teknik yang belum selesai, sempurna dan pasti benar. Diharapkan bahwa teknik tersebut senantiasa bisa dikembangkan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Sumbangan dari mereka yang menerapkan dan menjalankannya di lapangan untuk memperbaiki konsep, pemikiran maupun merancang teknik baru yang akan sangat berguna dalam mengembangkan metode PRA.
Tampilkan postingan dengan label Science. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Science. Tampilkan semua postingan
7/31/2009
7/25/2009
HEREDITAS (MANDEL LAW)
The genetic etimologis derived from the Latin, the tribe genos meaning or origin. While the terminologis genetics is defined as a branch of science that learn tricks genes that are the basic biological units that control the nature of inheritance.
Reviewed in terms of history, thinking about genetics has started since the times of ancient Greece. Even if the term is not yet known genes, but talking about the arche (origin of all things) at that time debated, synonymous with the problems talking up the structure of the genes of living beings.
The thinkers of the Thales (640-550 BC), Anaximandros (611-545 BC), Phytagoras (± 532 BC), Anaximenes (588-524 BC), Heraklitos (535-475 BC), Empedokles (490-435 BC) , Demokritos (460-360 BC), Sofis (470 BC-I century BC), Plato (427-347 BC), Aristoteles (384-322 BC), Leeuwenhoek (to Century-17), Francesco Redi (1621-1627) , Lazardo Spallazani (1739-1799), Pasteur and Tyndall, Wolf (1974), Lamark (1744-1829), da Von Baer (1792-1876), Charles Darwin (1809-1882), Weisman (1834-1914) and still many other thinkers (1).
Discourse in relation to the genetic offspring (hereditas) as the basic momentum in genetic engineering (genetic enggenering) was first introduced by Gregor Mandel (1882-1884), which states that the transfer of nature does not always halt, but can have any pattern that can be estimated. In the offspring of a secret, he holds a series of experiments with the help science statistics. As biologist at that time, he was interested in the hybrid offspring that result from hybridization between plants of different characters.
The more specific you want to know Mandel laws which regulate production of hybrids. Initially he percobaannya decipher the hybrid plants that are fertilized with pollen made that come from plants, which each contain genes and dominant genes resesif (2). Available teoritisnya allegations, Mandel concluded that a contradiction between the form of hybrid genes resesif with other plants, the dominant genes will produce plants that have dominant genes, without resesif hybrid genes. However, when the hybrid genes have resesif cross be married with other plant genes resesif the same, then the hybrid will still be having exactly the same nature with the mother (3).
In short the theory of Mandel concluded that mother nature does not mix in the offspring. The resulting offspring have one mother nature (mother or father) and is highly dependent on the most dominant genes between the two.
After conducting another experiment, Mandel finally formulating important laws related to marrying a cross between the varieties with a different nature. Explicitly law-law read:
1) Marriages between plants or animals from two different varieties will produce offspring with the same mother.
2) All individuals who are descendants of the first is always the same.
3) If the resulting offspring have the same nature with one of the mother, the genes occur domination of one parent is (the dominant law).
4. If there is dominance, then the resulting offspring have 75% of the parent genes were dominant, while the other 25% of genes that do not have a parent dominant genes (Law Pisah).
5) combination that appears in the offspring that can be kind of party (free assortment Law) (2).
Laws raised Mandel is a basic genetic medern, so experts menganugrahi Biology degree with Mr. Mandel Modern Genetics. Mandel contribution given to the very large, modern science, as evidenced with Pisum as the basis in genetic research on the next century-the century (2).
Reading List
1. Daulay, S. P and M. Siregar. Cloning in the Islamic Perspective (Search for Ideal Relations Formulation Science and Religion).
2. Anna. C. Pai, Basics Genetics; Science for Society, Penerj. Muchidin Afandi, (Jakarta, Erlangga, 1987)
3. Vitezslav Orel, Mr. Mandel Modern Genetics. Penerj. Hadyana Pudjaatmaka, (Jakarta, Pustaka Utama graffiti, 1991).
Reviewed in terms of history, thinking about genetics has started since the times of ancient Greece. Even if the term is not yet known genes, but talking about the arche (origin of all things) at that time debated, synonymous with the problems talking up the structure of the genes of living beings.
The thinkers of the Thales (640-550 BC), Anaximandros (611-545 BC), Phytagoras (± 532 BC), Anaximenes (588-524 BC), Heraklitos (535-475 BC), Empedokles (490-435 BC) , Demokritos (460-360 BC), Sofis (470 BC-I century BC), Plato (427-347 BC), Aristoteles (384-322 BC), Leeuwenhoek (to Century-17), Francesco Redi (1621-1627) , Lazardo Spallazani (1739-1799), Pasteur and Tyndall, Wolf (1974), Lamark (1744-1829), da Von Baer (1792-1876), Charles Darwin (1809-1882), Weisman (1834-1914) and still many other thinkers (1).
Discourse in relation to the genetic offspring (hereditas) as the basic momentum in genetic engineering (genetic enggenering) was first introduced by Gregor Mandel (1882-1884), which states that the transfer of nature does not always halt, but can have any pattern that can be estimated. In the offspring of a secret, he holds a series of experiments with the help science statistics. As biologist at that time, he was interested in the hybrid offspring that result from hybridization between plants of different characters.
The more specific you want to know Mandel laws which regulate production of hybrids. Initially he percobaannya decipher the hybrid plants that are fertilized with pollen made that come from plants, which each contain genes and dominant genes resesif (2). Available teoritisnya allegations, Mandel concluded that a contradiction between the form of hybrid genes resesif with other plants, the dominant genes will produce plants that have dominant genes, without resesif hybrid genes. However, when the hybrid genes have resesif cross be married with other plant genes resesif the same, then the hybrid will still be having exactly the same nature with the mother (3).
In short the theory of Mandel concluded that mother nature does not mix in the offspring. The resulting offspring have one mother nature (mother or father) and is highly dependent on the most dominant genes between the two.
After conducting another experiment, Mandel finally formulating important laws related to marrying a cross between the varieties with a different nature. Explicitly law-law read:
1) Marriages between plants or animals from two different varieties will produce offspring with the same mother.
2) All individuals who are descendants of the first is always the same.
3) If the resulting offspring have the same nature with one of the mother, the genes occur domination of one parent is (the dominant law).
4. If there is dominance, then the resulting offspring have 75% of the parent genes were dominant, while the other 25% of genes that do not have a parent dominant genes (Law Pisah).
5) combination that appears in the offspring that can be kind of party (free assortment Law) (2).
Laws raised Mandel is a basic genetic medern, so experts menganugrahi Biology degree with Mr. Mandel Modern Genetics. Mandel contribution given to the very large, modern science, as evidenced with Pisum as the basis in genetic research on the next century-the century (2).
Reading List
1. Daulay, S. P and M. Siregar. Cloning in the Islamic Perspective (Search for Ideal Relations Formulation Science and Religion).
2. Anna. C. Pai, Basics Genetics; Science for Society, Penerj. Muchidin Afandi, (Jakarta, Erlangga, 1987)
3. Vitezslav Orel, Mr. Mandel Modern Genetics. Penerj. Hadyana Pudjaatmaka, (Jakarta, Pustaka Utama graffiti, 1991).
7/23/2009
WACANA HEREDITAS (HUKUM MANDEL)
Secara etimologis genetika berasal dari bahasa Latin, yaitu genos artinya suku bangsa atau asal usul. Sedangkan secara terminologis genetika didefinisikan sebagai salah satu cabang ilmu yang mempelajari seluk-beluk gen yang merupakan unit dasar biologis yang mengontrol pewarisan sifat.
Ditinjau dari segi sejarah, pemikiran tentang genetika telah dimulai sejak zaman Yunani kuno. Sekalipun istilah gen belum dikenal, namun pembicaraan mengenai arche (asal mula segala sesuatu) diperdebatkan saat itu, sama artinya dengan pembicaraan masalah gen yang menyusun struktur makhluk hidup.
Para pemikir itu yaitu Thales (640-550 SM), Anaximandros (611-545 SM), Phytagoras (± 532 SM), Anaximenes (588-524 SM), Heraklitos (535-475 SM), Empedokles (490-435 SM), Demokritos (460-360 SM), Sofis (470 SM-abad I Masehi), Plato (427-347 SM), Aristoteles (384-322 SM), Leeuwenhoek (Abad ke-17), Francesco Redi (1621-1627), Lazardo Spallazani (1739-1799), Pasteur dan Tyndall, Wolf (1974), Lamark (1744-1829), Von da Baer (1792-1876), Charles Darwin (1809-1882), Weisman (1834-1914) dan masih banyak lagi pemikir lain (1).
Wacana genetika dalam kaitannya dengan keturunan (hereditas) sebagai momentum dasar dalam rekayasa genetika (genetic enggenering) pertama kali diperkenalkan oleh Gregor Mandel (1882-1884), yang menyatakan bahwa pemindahan sifat tidak selalu meragukan, tetapi dapat mempunyai pola yang dapat diperkirakan. Dalam membuka rahasia keturunan, ia mengadakan serangkaian eksperimen dengan menggunakan bantuan ilmu statistika. Seperti ahli biologi pada masa itu, ia tertarik pada hibrida yang merupakan hasil keturunan dari perkawinan silang antara tumbuhan yang berbeda karakter.
Secara lebih spesifik Mandel ingin mengetahui hukum-hukum yang mengatur produksi hibrida. Awalnya ia menguraikan percobaannya pada tanaman hibrida yang dibuahi secara buatan dengan tepung sari yang berasal dari tumbuhan yang masing-masing mengandung gen dominan dan gen resesif (2). Sesuai dugaan teoritisnya, Mandel menyimpulkan bahwa suatu persilangan antara bentuk hibrida gen resesif dengan tumbuhan lain gen dominan akan menghasilkan tumbuhan yang memiliki gen dominan, tanpa gen resesif hibrida. Akan tetapi ketika hibrida yang memiliki gen resesif dikawin silang dengan tumbuhan lain gen resesif yang sama, maka hibrida tersebut tetap akan memiliki sifat yang persis sama dengan induknya (3).
Secara singkat teori Mandel disimpulkan bahwa sifat-sifat induk tidak bercampur pada keturunannya. Keturunan yang dihasilkan mempunyai satu sifat induknya (ibu atau bapak) dan sangat tergantung pada gen yang paling dominan antara keduanya.
Setelah melakukan percobaan lain, Mandel akhirnya merumuskan hukum-hukum penting terkait dengan kawin silang antara varietas yang berbeda dengan satu sifat. Secara eksplisit hukum-hukum tersebut berbunyi :
1) Perkawinan antara tanaman atau hewan dari dua varietas berbeda akan menghasilkan keturunan yang sama dengan induknya.
2) Semua individu yang merupakan keturunan pertama selalu sama.
3) Jika keturunan yang dihasilkan memiliki sifat yang sama dengan salah satu induknya, maka terjadi dominasi gen dari salah satu induk tersebut (hukum dominan).
4. Jika terjadi dominasi, maka keturunan yang dihasilkan memiliki sifat 75% dari gen induk yang dominan, sementara 25% lainnya dari gen induk yang tidak memiliki gen dominan (Hukum Pisah).
5) Kombinasi yang muncul di dalam keturunan itu dapat beraneka macam (Hukum free assortment) (2).
Hukum-hukum yang dikemukakan Mandel ini merupakan dasar-dasar genetika medern, sehingga para ahli Biologi menganugrahi Mandel dengan gelar Bapak Genetika Modern. Kontribusi yang diberikan Mandel sangat besar terhadap ilmu pengetahuan modern, terbukti dengan dijadikannya Pisum sebagai landasan dalam penelitian-penelitian genetika pada abad-abad berikutnya (2).
Daftar Bacaan
1. Daulay, S. P dan M. Siregar. Kloning dalam Perspektif Islam (Mencari Formulasi Ideal Relasi Sains dan Agama).
2. Anna. C. Pai, Dasar-dasar Genetika; Ilmu untuk Masyarakat, Penerj. Muchidin Afandi, (Jakarta, Erlangga, 1987)
3. Vitezslav Orel, Mandel Bapak Genetika Modern. Penerj. Hadyana Pudjaatmaka, (Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 1991).
Ditinjau dari segi sejarah, pemikiran tentang genetika telah dimulai sejak zaman Yunani kuno. Sekalipun istilah gen belum dikenal, namun pembicaraan mengenai arche (asal mula segala sesuatu) diperdebatkan saat itu, sama artinya dengan pembicaraan masalah gen yang menyusun struktur makhluk hidup.
Para pemikir itu yaitu Thales (640-550 SM), Anaximandros (611-545 SM), Phytagoras (± 532 SM), Anaximenes (588-524 SM), Heraklitos (535-475 SM), Empedokles (490-435 SM), Demokritos (460-360 SM), Sofis (470 SM-abad I Masehi), Plato (427-347 SM), Aristoteles (384-322 SM), Leeuwenhoek (Abad ke-17), Francesco Redi (1621-1627), Lazardo Spallazani (1739-1799), Pasteur dan Tyndall, Wolf (1974), Lamark (1744-1829), Von da Baer (1792-1876), Charles Darwin (1809-1882), Weisman (1834-1914) dan masih banyak lagi pemikir lain (1).
Wacana genetika dalam kaitannya dengan keturunan (hereditas) sebagai momentum dasar dalam rekayasa genetika (genetic enggenering) pertama kali diperkenalkan oleh Gregor Mandel (1882-1884), yang menyatakan bahwa pemindahan sifat tidak selalu meragukan, tetapi dapat mempunyai pola yang dapat diperkirakan. Dalam membuka rahasia keturunan, ia mengadakan serangkaian eksperimen dengan menggunakan bantuan ilmu statistika. Seperti ahli biologi pada masa itu, ia tertarik pada hibrida yang merupakan hasil keturunan dari perkawinan silang antara tumbuhan yang berbeda karakter.
Secara lebih spesifik Mandel ingin mengetahui hukum-hukum yang mengatur produksi hibrida. Awalnya ia menguraikan percobaannya pada tanaman hibrida yang dibuahi secara buatan dengan tepung sari yang berasal dari tumbuhan yang masing-masing mengandung gen dominan dan gen resesif (2). Sesuai dugaan teoritisnya, Mandel menyimpulkan bahwa suatu persilangan antara bentuk hibrida gen resesif dengan tumbuhan lain gen dominan akan menghasilkan tumbuhan yang memiliki gen dominan, tanpa gen resesif hibrida. Akan tetapi ketika hibrida yang memiliki gen resesif dikawin silang dengan tumbuhan lain gen resesif yang sama, maka hibrida tersebut tetap akan memiliki sifat yang persis sama dengan induknya (3).
Secara singkat teori Mandel disimpulkan bahwa sifat-sifat induk tidak bercampur pada keturunannya. Keturunan yang dihasilkan mempunyai satu sifat induknya (ibu atau bapak) dan sangat tergantung pada gen yang paling dominan antara keduanya.
Setelah melakukan percobaan lain, Mandel akhirnya merumuskan hukum-hukum penting terkait dengan kawin silang antara varietas yang berbeda dengan satu sifat. Secara eksplisit hukum-hukum tersebut berbunyi :
1) Perkawinan antara tanaman atau hewan dari dua varietas berbeda akan menghasilkan keturunan yang sama dengan induknya.
2) Semua individu yang merupakan keturunan pertama selalu sama.
3) Jika keturunan yang dihasilkan memiliki sifat yang sama dengan salah satu induknya, maka terjadi dominasi gen dari salah satu induk tersebut (hukum dominan).
4. Jika terjadi dominasi, maka keturunan yang dihasilkan memiliki sifat 75% dari gen induk yang dominan, sementara 25% lainnya dari gen induk yang tidak memiliki gen dominan (Hukum Pisah).
5) Kombinasi yang muncul di dalam keturunan itu dapat beraneka macam (Hukum free assortment) (2).
Hukum-hukum yang dikemukakan Mandel ini merupakan dasar-dasar genetika medern, sehingga para ahli Biologi menganugrahi Mandel dengan gelar Bapak Genetika Modern. Kontribusi yang diberikan Mandel sangat besar terhadap ilmu pengetahuan modern, terbukti dengan dijadikannya Pisum sebagai landasan dalam penelitian-penelitian genetika pada abad-abad berikutnya (2).
Daftar Bacaan
1. Daulay, S. P dan M. Siregar. Kloning dalam Perspektif Islam (Mencari Formulasi Ideal Relasi Sains dan Agama).
2. Anna. C. Pai, Dasar-dasar Genetika; Ilmu untuk Masyarakat, Penerj. Muchidin Afandi, (Jakarta, Erlangga, 1987)
3. Vitezslav Orel, Mandel Bapak Genetika Modern. Penerj. Hadyana Pudjaatmaka, (Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 1991).
6/04/2009
KLOROFIL DAN PENYEBARANNYA DI PERAIRAN

Istilah klorofil berasal dari bahasa Yunani yaitu Chloros artinya hijau dan phyllos artinya daun. Ini diperkenalkan tahun 1818, dimana pigmen tersebut diekstrak dari tumbuhan dengan menggunakan pelarut organik. Hans Fischer peneliti klorofil yang memperoleh nobel prize winner pada tahun 1915 berasal dari technishe hochschule, munich germany.
Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan bakteri fotosintetik. Senyawa ini yang berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan dengan menyerap dan mengubah tenaga cahaya menjadi tenaga kimia.
Dalam proses fotosintesis, terdapat 3 fungsi utama dari klorofil yaitu memanfaatkan energi matahari, memicu fiksasi CO2 menjadi karbohidrat dan menyediakan dasar energetik bagi ekosistem secara keseluruhan. Dan karbohidrat yang dihasilkan fotosintesis melalui proses anabolisme diubah menjadi protein, lemak, asam nukleat dan molekul organik lainnya.
Klorofil menyerap cahaya berupa radiasi elektromagnetik pada spektrum kasat mata (visible). Misalnya, cahaya matahari mengandung semua warna spektrum kasat mata dari merah sampai violet, tetapi seluruh panjang gelombang unsurnya tidak diserap dengan baik secara merata oleh klorofil. Klorofil dapat menampung energi cahaya yang diserap oleh pigmen cahaya atau pigmen lainnya melalui fotosintesis, sehingga klorofil disebut sebagai pigmen pusat reaksi fotosintesis. Dalam proses fotosintesis tumbuhan hanya dapat memanfaatkan sinar dengan panjang gelombang antara 400-700 nm (Gobel dkk., 2006).
Pada tanaman tingkat tinggi ada 2 macam klorofil yaitu klorofil-a (C55H72O5N4Mg) yang berwarna hijau tua dan klorofil-b (C55H70O6N4Mg) yang berwarna hijau muda. Klorofil-a dan b paling kuat menyerap cahaya di bagian merah (600-700 nm), sedangkan yang paling sedikit cahaya hijau (500-600 nm) (Gobel dkk., 2006). Sedangkan cahaya berwarna biru dari spektrum tersebut diserap oleh karotenoid.
Karotenoid ternyata berperan membantu mengabsorpsi cahaya sehingga spektrum matahari dapat dimanfaatkan dengan lebih baik. Energi yang diserap karotenoid diteruskan kepada klorofil-a untuk diserap digunakan dalam proses fotosintesis, demikian pula dengan klorofil-b.
Faktor Penentu Penyebaran Klorofil
Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat ditentukan oleh intensitas cahaya dan keberadaan nutrien. Perairan laut tropis pada umumnya memiliki kandungan klorofil-a rendah karena keterbatasan nutrien dan kuatnya stratifikasi kolom air. Tubawaloni (2007) menyatakan bahwa stratifikasi kolom air disebabkan oleh pemanasan permukaan perairan yang hampir sepanjang tahun. Selanjutnya bahwa berdasarkan pola persebaran klorofil-a secara musiman maupun spasial, dibeberapa bagian perairan dijumpai kosentrasinya yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena terjadinya pengkayaan nutrien pada lapisan permukaan perairan melalui berbagai proses dinamika massa air, diantaranya upwelling, percampuran vertikal massa air serta pola pergerakkan massa air, yang membawa massa air kaya nutrien dari perairan sekitarnya.
Klorofil-a dipermukaan perairan dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi dengan kandungan klorofil-a secara berturut-turut <0,07; 0,07-0,14 dan >0,14 mg/m3 (Hatta, 2002). Ditambahkan Legender (1983) bahwa kandungan klorofil dengan kisaran 0,07 mg/m3 termasuk rendah, dimana klorofil tersebut sangat dipengaruhi oleh cahaya, oksigen dan karbohidrat.
Perairan laut tropis merupakan perairan yang jernih dan cahaya matahari menyinari hampir sepanjang tahun serta memungkinkan tersedianya cahaya pada permukaan perairan. Menurut Matsuura et al. (1997) dalam Tubawalony (2007) bahwa sebaran konsentrasi klorofil bagian atas lapisan tercampur sangat sedikit dan konsentrasinya mulai meningkat menuju bagian bawah dari lapisan tercampur dan menurun secara drastis pada lapisan termoklin, hingga tidak ada lagi klorofil-a pada lapisan di bawah termoklin.
Peristiwa upwelling di perairan lepas dan khatulistiwa juga sangat berperan dalam mendukung ketersediaan nutrien pada lapisan permukaan. Ini dihasilkan melalui proses pengangkatan massa air di kedalaman, sehingga konsentrasi klorofil-a dan laju produktivitas primer meningkat. Penelitian Matsuura et al. (1997) dalam Tubawalony (2007) di Timur Laut Samudera Hindia mendapatkan konsentrasi klorofil-a maksimum pada kedalaman 75-100 meter. Sedangkan di Samudera Pasifik, sebaran klorofil umumnya memiliki karakteristik homogen (hampir sama) dimana konsentrasi maksimum dijumpai pada kedalaman 40-60 meter dengan nilai rata-rata 0,30 dan 0,35 mg/m3.
Aplikasi Klorofil
Keberadaan klorofil yang melimpah di alam, tidak hanya terbatas kemampuannya dalam proses fotosintesis, melainkan berpotensi pula sebagai alternatif sumber bahan baku industri makanan, obat-obatan dan agen lingkungan yang bernilai ekonomis.
Selain itu, klorofil berperan juga sebagai desinfektan dan antibiotik dalam dunia kesehatan. Klorofil membersihkan jaringan-jaringan tubuh yang sakit dan mengeluarkannya dari tubuh beserta bakteri dan parasit yang ada dalam jaringan yang sakit. Klorofil mengeluarkan racun-racun kimia sintesis, seperti asam boraks dan formalin. Peneliti kesehatan menemukan bahwa klorofil berpotensi dijadikan penanda (sensitizer) dalam terapi penyakit kanker. Ini didasarkan bahwa struktur kimia klorofil memiliki kemiripan dengan struktur kimia darah, serta kemampuannya dalam membangkitkan oksigen tunggal yang menghambat perkembangan sel kanker.
Prosedur Penentuan Klorofil-a
Sifat kimia klorofil-a adalah tidak dapat larut dalam air, melainkan larut dalam aseton, alkohol dan benzena sehingga untuk pengukuran klorofil-a harus dilarutkan dalam aseton dan disaring dengan kertas miliphore.
Prosedur penentuan klorofil-a yaitu sampel disaring dengan pompa vakum sebanyak 1000 ml, klorofil yang tertinggal di kertas saring dilarutkan dengan aseton 96% sebanyak 10 ml (GFC 1 mikron). Hasil larutan dan kertas saring disentrifuge selama 30 menit, kemudian larutan yang jernih dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya meletakkan pengukuran dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 664, 647 dan 630 nm. Pada setiap pengukuran panjang gelombang 750 nm mencatat nilai absorbansinya kemudian melakukan perhitungan dengan rumus :
(11,48xE664)-(1,54xE647)-(0,08xE630)x Ve
Klorofil-a = __________________________________
Vs x d
Dimana : Ve = Volume ekstrak aseton; Vs = Volume contoh air yang disaring; d = Lebar diameter biuret; E664 = ABS664-ABS750; E647 = ABS647-ABS750; E630 = ABS630-ABS750.
Referensi :
1. Gobel, R.B., E. Johannes dan A.I. Latunra. 2006. Biologi Dasar. Program TPB-UNHAS. Makassar.
2. Hatta, M. 2002. Hubungan Antara Klorofil-a dan Ikan Pelagis. IPB, Bogor.
3. Legender, L. 1983. Numerical Ecology. Elveries Scientifik Publishing Camphony.
4. Muththalib, A. 2004. Laporan Produktivitas dan Kesuburan Perairan Tambak Tradisional. FIKP-UNHAS. Makassar.
5. Tubawalony, S. 2007. Produktivitas Primer Perairan. IPB, Bogor.
5/21/2009
TERTARIKNYA IKAN PADA CAHAYA

Cahaya yang mencapai permukaan bumi dan permukaan perairan terdiri dari cahaya langsung (direct) dan cahaya yang disebarkan (diffuse). Menurut Effendi (2003) bahwa cahaya langsung berasal dari matahari dan cahaya yang disebarkan awan,yang sebenarnya berasal pula dari cahaya matahari.
Jumlah radiasi yang mencapai permukaan perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu awan, musim, keadaan atmosfer, letak geografis dan attitude (ketinggian dari permukaan laut). Penetrasi cahaya yang masuk ke perairan dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang cahaya, kondisi permukaan air dan bahan-bahan terlarut dan tersuspensi di dalam air. Jenis molekul H2O, O2, O3 dan CO2 dapat menyerap radiasi matahari sehingga dapat mengubahnya menjadi energi panas. Menurut Wetzel (1975) bahwa perairan alami, penetrasi cahaya sekitar 53% masuk ke perairan dan mengalami perubahan menjadi panas dan pada kedalaman satu meter dari permukaan sudah mulai berubah serta menghilang (extinction).
Intensitas cahaya yang masuk ke kolom air semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Artinya, cahaya mengalami penghilangan (extinction) maupun pengurangan (atenuasi) yang semakin besar dengan bertambahnya kedalaman.
Cahaya yang diabsorpsi menghasilkan panas yang sangat penting bagi proses-proses hidup. Sifat-sifat panas air dan hubungan-hubungan yang terjadi merupakan faktor yang sangat penting dalam mempertahankan air sebagai suatu lingkungan hidup yang cocok.
Cahaya matahari merupakan sumber bagi semua jasad yang berada di perairan. Gejala radiasi beserta akibat-akibatnya secara tidak langsung mempengaruhi hampir semua fase kejadian biologis maupun bukan biologis. Misalnya pada ikan, cahaya sangat mempengaruhi tingkah lakunya, fisiologinya maupun sampai pada migrasi harian.
Respon ikan pada cahaya melalui mata dan organ pineal yang berada pada bagian atas otak. Kebanyakan ikan, mata merupakan reseptor penglihatan yang sempurna. Sistem optik mata ikan bekerja mengumpulkan cahaya dan membentuk suatu fokus bayangan untuk di analisis oleh retina. Sedangkan sensitivitas dan ketajaman mata bergantung pada terangnya bayangan yang mencapai retina.
Sifat beberapa spesies ikan terhadap cahaya ada yang fototaksis dan lainnya fotophobi. Laevastus dan Hayes (1981) menyatakan bahwa pada spesies pemburu memerlukan cahaya untuk melokalisasi mangsa dan pemangsaan terjadi pada intensitas cahaya yang relatif rendah, seperti pagi dan sore hari. Selanjutnya stimulus cahaya juga berperan dalam mempengaruhi migrasi harian dan tingkah laku kelompok pada kebanyakan spesies.
Fotoreseptor pada retina mata menyerap energi cahaya dan menyalurkannya ke sistem saraf dalam bentuk energi elektrikal. Terdapat dua jenis fotoreseptor yaitu cone (sel kerucut) dan rod (sel batang).
Eckert dkk. (1998) menerangkan bahwa terdapat tiga macam pigmen dalam cone yang peka secara selektif terhadap berbagai warna seperti warna merah, hijau dan biru yang berturut disebut eritrilabe, klorolabe dan sianolabe. Selanjutnya sifat-sifat absorpsi pigmen di dalam cone untuk ikan mas (goldfish) memperlihatkan puncak absorpsi berturut-turut pada panjang gelombang spektrum 625 nm, 530 nm dan 455 nm. Untuk ikan pada umumnya merasakan cahaya pada interval 400-750 nm tergantung dari adaptasi mula-mula oleh mata terhadap cahaya. Ditambahkan oleh Pagalai (1986) bahwa ikan sudah mulai merasakan rangsangan cahaya pada kekuatan 0,001 lux.
Sinar biru dengan panjang gelombang pendek sedikit diabsopsi dan sangat cocok untuk mengumpulkan ikan-ikan dari daerah yang luas dan lebih dalam. Sedangkan warna merah mempunyai panjang gelombang cahaya lebih pendek dari warna biru, oleh sebab itu sinar-sinar merah hanya menembus kolom air dekat permukaan sehingga ikan-ikan terkonsentrasi di permukaan (Ayodhya, 1976).
Dengan demikian cahaya dan segala aspeknya seperti intensitas, sudut penyebaran, polarisasi, panjang gelombang, arah, musim, lama penyinaran dan komposisi spektrum akan mempengaruhi secara langsung dan tidak langsung tingkah laku ikan serta proses fisiologinya.
Referensi
1. Ayodhya. 1976. Fishing Methods. Bagian Penangkapan Ikan. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.
2. Eckert, R., Randell, D and Augutine, G. 1998. Animal Physiology Mechanisme and Adaptations. W.H Fremen and Company. New York.
3. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius (Anggota IKAPI). Yogyakarta.
4. Laevastus, T dan Hayes, M.L. 1981. Fisheries Oceanografi and Ecology. Fishing News Books. Ltd. Farnham, Surrey, England.
5. Pagalay, B. 1986. Perbandingan Hasil Tangkapan Bagan (Light Fishing) yang Menggunakan Beberapa Warna Cahaya di Perairan Lero Pinrang, Sulawesi Selatan. Karya Ilmiah. Fakultas Perikanan IPB. Bogor.
6. Wetzel, R. G. 1975. Limnology. W.B. Saunders Co. Philadelphia, Pennsylvania.
Langganan:
Postingan (Atom)